RISK MANAGEMENT


 



Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Sedangkan menurut business dictionary, risiko adalah probabilitas atau ancaman kerusakan, cidera, pertanggungjawaban, kehilangan, atau kejadian negatif lainnya yang disebabkan oleh kerentanan eksternal atau internal, dan dapat dihindari melalui tindakan pencegahan. Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko merupakan dampak negatif yang disebabkan oleh suatu perbuatan atau tindakan, namun masih dapat dihindari dengan cara melakukan pencegahan.

Kami yakin, sebagian dari Anda pasti sependapat ketika dikatakan bahwa risiko merupakan dampak yang sifatnya negatif. Namun, ternyata hal ini tidak selalu demikian. Dalam ISO 31000:2018 tentang Sistem Manajemen Risiko, dijelaskan bahwa risiko adalah pengaruh ketidakpastian pada tujuan. Pengaruh yang ditimbulkan dapat bersifat positif, negatif, atau keduanya. Pengaruh ini timbul akibat dari suatu tindakan atau kegagalan dari penanganan suatu peluang atau ancaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa risiko yang dikelola dengan salah akan berakibat pada kerugian (lost), sedangkan risiko yang dikelola dengan benar akan berpotensi untuk memberikan keuntungan (gain).

Masalahnya, tidak semua organisasi atau perusahaan sadar dengan adanya risiko. Padahal, pada dasarnya risiko merupakan hal yang dapat diantisipasi. Cara yang paling sederhana dalam mengantisipasi risiko adalah dengan melihat kepada historical data. Secara umum, beberapa risiko terjadi berulang-tahun. Misalnya, seperti contoh pada tabel risiko di Perusahaan X pada Tahun 2014-2019, berikut ini.

 

Tabel. Analisa Skala Risiko di Perusahaan X pada Tahun 2014-2019

 

 

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa risiko terhadap hal-hal tertentu terjadi berulang. Ada yang berulang setiap tahun, ada yang berulang setiap dua tahun, dan seterusnya. Selain itu, dapat juga diamati bahwa skala risiko ada yang berubah-ubah. Misalnya risiko terkait keamanan pasokan untuk jangka panjang (nomor 1) pada tahun 2014 berada pada skala ekstrem. Selanjutnya, pada tahun 2015 skala risiko menurun menjadi tinggi, dan bahkan pada tahun 2016 skala risiko tidak ada. Namun, pada tahun 2016 skala risiko naik secara drastis menjadi ekstrem lagi. Kenapa terjadi demikian?

Bisa jadi, pada tahun 2014-2016 risiko dikelola dengan tepat: perhitungannya tepat, antisipasi yang disiapkan tepat, dan dijalankan dengan tepat pula. Oleh karena itu, skala risiko dapat ditekan. Namun, pada tahun 2017-2019 bisa jadi pengelolaan manajemen risikonya menurun sehingga skala risiko kembali naik.

 

Bagaimana dengan organisasi atau perusahaan Anda?

Apakah mengalami masalah yang sejenis?

Bila ya, Selamat Ber-ulang tahun risiko organisasi Anda

 

Hal ini membuktikan bahwa risiko itu terjadi secara berulang, bisa jadi ia memiliki pola tertentu. Oleh karena itu, agar penangannya tepat, kita perlu melihat historical data sehingga dapat menyiapkan upaya antisipasi yang tepat pada waktu yang tepat pula.

Lalu, apakah mempersiapkan antisipasi atau cara penanggulangan risiko sudah cukup? Jawabannya adalah belum. Mengingat kemunculan risiko terjadi secara berulang-ulang setiap tahunnya, maka semua pihak yang berperan dalam mengelola risiko di sebuah perusahaan/organisasi seharusnya selalu sadar (aware) dengan adanya risiko pada setiap kegiatan yang mereka lakukan. Kesadaran inilah yang selanjutkan akan membentuk sikap peduli terhadap risiko; kebiasaan untuk selalu mempertimbangkan kemunculan risiko; dan akhirnya menumbuhkan budaya sadar risiko (risk culture). Risk Culture yang dikelola dengan baik akan memberikan dampak yang baik pula untuk perusahaan/organisasi, yaitu meningkatkan nilai (profit) dan menekan kerugian (loss)Disamping itu, menurut penulis, Risk Culture juga bisa menjadi salah satu solusi dari perspektif strategi budaya untuk mengatasi situasi-situasi yang bercirikan VUCA (Volatile, Uncertainty, Complex, Ambigu) yang sedang di alami kita saat, yaitu pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi global. Karena Risk Culture dengan manajemen risiko terpadu akan membuat setiap orang untuk selalu mengumpulkan data dan informasi sehingga mampu membuat prediksi atau harapan masa depan yang bermanfaat dalam menghadapi situasi bercirikan VUCA.

Semua narasi diatas menunjukkan pentingnya menumbuhkembangkan budaya sadar risiko di setiap perusahaan/organisasi. Oleh karena itu, yang menjadi perhatian kita adalah siapa yang akan menjadi pelaksana mewujudkan penerapan manajemen risiko terpadu dan budaya sadar risiko tersebut?

Secara umum, hampir semua perusahaan, organisasi, atau negara sudah memiliki Unit Kerja Manajemen Risiko sebagai unit penanggung jawab pelaksanaan manajemen risiko. Namun, kenapa manajemen risiko belum berjalan efektif? Besar kemungkinan kegagalan tersebut  terjadi karena pengelolaan risiko belum dilakukan secara optimal. Berdasarkan ISO 31000:2018 tentang Sistem Manajemen Risiko, disebutkan bahwa Risk Management harus melibatkan kepemimpinan dan komitmen; mempertimbangkan ruang lingkup, kriteria, dan konteks penerapan (internal dan eksternal); dan mempertimbangkan faktor manusia dan budaya. Dengan demikian, jika perusahaan hanya mengandalkan tim di Unit Kerja Manajemen Risiko tentu hasilnya juga tidak akan maksimal. Kenapa manusia dan budaya ikut dipertimbangkan? – karena risk culture terbentuk dari perubahan sifat, sikap, dan kebiasan orang-orang di perusahaan/organisasi. Oleh karena itu, jika mau risk culture di perusahaan terbentuk dan terpelihara dengan baik, maka sikap dan kebiasaan orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan manajemen risiko harus diubah menjadi lebih baik juga. Agar terjadi perubahan, maka diperlukan manajemen perubahan yang efektif dan cerdas, kami menyebutnya Smart Change Management.

Dalam mengelola perubahan yang efektif, maka change agent memerlukan berbagai pendekatan persuasif untuk mempengaruhi para change sponsor dan change targetSalah satu pendekatan efektif yang dapat digunakan oleh change agent adalah penggunaan kamus kompetensi. Kamus kompetensi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku yang harus diikuti dan menjadi indikator perilaku yang direview secara periodik untuk memastikan tertanamnya perilaku-perilaku sadar risiko. Selain itu, change agent juga harus memahami dinamika psikologis para pihak terkait. Untuk itu, ia membutuhkan keahlian ilmu psikologi.

Ilmu psikologi yang diterapkan dengan tepat dapat digunakan untuk mengubah perilaku orang-orang, termasuk digunakan untuk mengubah sikap para pegawai agar sadar dengan risiko. Namun demikian, karena perubahan sikap, perilaku, atau kebiasaan ini berkaitan dengan budaya sadar risiko, maka akan lebih baik jika upaya perubahan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang memiliki background psikologi, namun di waktu yang bersamaan juga memahami Risk Management dan Risk Culture. 

Buku ini merupakan upaya penyusunan pedoman dan tips pelaksanaan manajemen risiko yang praktis, aplikatif, dan ‘membumiBuku ini merupakan hasil elaborasi dari segala kajian dan pembelajaran penulis – yang memiliki background ilmu psikologi serta mulai mempelajari tentang Risk Management sejak tahun 2005 di sebuah perusahaan konsultan Project & Risk Management terpadu. Disamping itu, didukung juga dari peran penulis sebagai konsultan, trainer, dan assessor yang telah membantu berbagai lembaga negara, kementerian, BUMN, perusahaan swasta, dan NGO internasional lainnya. Berbekal pengetahuan dan pengalaman di dunia konsultan dan praktisi tersebutlahPenulis menemukan pola yang efektif dalam membangun Risk Culture dan merawatnya secara efektif.

Di dalam buku ini, penulis mengungkapkan berbagai informasi dan pola yang efektif dalam menumbuh-kembangkan Risk Culture dengan cara yang efektif, komprehensif, dan cepat. Sederhananya: buku ini akan memberikan pemahaman dan berbagi pengalaman untuk Anda ketika mempelajari 7 bab yang berisi tentang kerangka kerja dalam membangun budaya sadar risiko melalui kolaborasi antara kepemimpinan, pengelolaan risiko terpadu, dan pengelolaan perubahan yang cerdas. Pengelolaan risiko terpadu yang diterapkan, menggunakan kerangka kerja ISO 31000:2018 yang sistemik dan saling mendukung dalam proses pembentukan budaya sadar risiko dan cara merawatnya secara berkelanjutan. Agar efektif implementasinya, maka perlu menerapkan pengelolaan perubahan yang cerdas dan digerakkan oleh pemimpin yang transformatif. Untuk memperlancar akselerasi pengendalian pelaksanaan dan pemantauannya, maka diperlukan aplikasi teknologi informasi yang user friendly. Setiap proses tersebut akan dijelaskan secara detail pada masing-masing bab. Serta dilampirkan makalah yang berjudul Risk Culture as a solution to face Convid-19 Pandemic yang telah di presentasikan dalam sebuah event konferensi internasional pada awal Agustus 2020 dan paper ini akan dimuat pada Ilomata International Journal of Management pada Oktober 2020.

Kami berharap buku ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran kita terhadap pentingnya menumbuhkan risk culture, serta membantu kita untuk mengimplentasikan risk management di organisasi dengan melibatkan risk leader secara baik dan benar. Dengan demikian, diharapkan pula agar di masa mendatang Anda dapat mencapai visi dan misi perusahaan, bahkan dapat menekan loss dan meningkatkan gain organisasi melalui pengelolaan integrated risk management risk culture yang tepat.

Bila anda butuh teman diskusi dan coaching, silahkan buka www.mohamadsoleh.com atau kontak mohamad.soleh@gmail.com. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar